Key Risk Indicator (KRI) : Apa Itu dan Apa Pentingnya?
Key Risk Indicator (KRI) : Apa Itu dan Apa Pentingnya?
Key Risk Indicator konsep penting dalam Manajemen Risiko, dibahas secara lengkap di artikel ini.

Key Risk Indicator (KRI) adalah metrik atau indikator yang digunakan untuk memantau perubahan dalam risiko, memberikan sinyal dini tentang kemungkinan terjadinya kerugian atau kejadian yang tidak diinginkan, dan membantu manajemen dalam mengambil tindakan yang tepat untuk mengurangi atau mengelola risiko tersebut.

Dengan memahami dan menggunakan KRI dengan baik, perusahaan dapat merencanakan dan mengambil tindakan yang tepat untuk mengurangi risiko yang mungkin terjadi.

Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang Key Risk Indicator (KRI) dan pentingnya menerapkan dalam manajemen risiko.

Kami akan menjelaskan tentang definisi KRI, keuntungan dari penggunaan KRI, cara menerapkan KRI dalam manajemen risiko, serta contoh penerapan KRI dalam berbagai sektor bisnis.

Diharapkan artikel ini dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang KRI dan membantu perusahaan untuk mengelola risiko dengan lebih baik.

I. Mengenal Key Risk Indicator (KRI)

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya definisi dari Key Risk Indicator bisa dikatakan sebagai ukuran yang digunakan untuk mengukur risiko dalam organisasi.

KRI digunakan dalam manajemen risiko untuk membantu mengidentifikasi risiko yang mungkin mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi dan untuk memberikan informasi yang dapat digunakan untuk mengelola risiko tersebut.

KRI adalah indikator yang digunakan untuk memantau perubahan dalam risiko, dan dapat memberikan sinyal dini tentang kemungkinan terjadinya kerugian atau kejadian yang tidak diinginkan.

KRI juga membantu manajemen dalam menentukan apakah tindakan perbaikan diperlukan untuk mengurangi risiko atau tidak.

Fungsi Utama KRI

Fungsi utama KRI dalam manajemen risiko adalah untuk memberikan informasi yang dapat membantu organisasi dalam mengambil tindakan yang tepat untuk mengelola risiko.

KRI membantu organisasi dalam beberapa hal, antara lain:

  1. Membantu dalam identifikasi risiko: KRI membantu organisasi dalam mengidentifikasi risiko yang paling signifikan dan berpotensi mengancam tujuan organisasi.
  2. Memperbaiki pengambilan keputusan: KRI memberikan informasi yang akurat dan terukur secara kuantitatif sehingga manajemen dapat membuat keputusan yang lebih baik dan efektif dalam mengelola risiko.
  3. Meningkatkan efisiensi manajemen risiko: KRI membantu organisasi dalam memantau risiko secara berkala dan memberikan sinyal dini tentang perubahan dalam risiko, sehingga manajemen dapat mengambil tindakan yang cepat dan tepat.
  4. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas: KRI memberikan transparansi dan akuntabilitas dalam manajemen risiko dengan menyediakan informasi yang terukur secara objektif.
  5. Memperbaiki efektivitas pengendalian: KRI membantu organisasi dalam mengevaluasi efektivitas pengendalian internal dan memberikan informasi yang dapat digunakan untuk memperbaiki pengendalian tersebut.

AGAR LEBIH MEMAHAMI MANAJEMEN RISIKO BACA JUGA : PROSES RCSA

Kriteria Untuk Proses Key Risk Indicator (KRI) Yang Efektif

Supaya penerapan KRI dalam manajemen risiko efektif dan berhasil ada beberapa kriteria yang sebaiknya dipenuhi dan dipersiapkan.

Kriteria yang harus ada dalam Key Risk Indicator (KRI) meliputi:

  1. Tujuan dan strategi organisasi: KRI harus terkait dengan tujuan dan strategi organisasi. Dalam menentukan KRI, organisasi harus mempertimbangkan risiko yang paling signifikan dan berpotensi mengancam tujuan organisasi.
  2. Indikator risiko utama: KRI harus didasarkan pada indikator risiko utama yang terkait dengan tujuan dan strategi organisasi. Indikator risiko utama harus dipilih dengan hati-hati dan harus memiliki relevansi yang kuat dengan risiko yang dihadapi organisasi.
  3. Jenis data yang dibutuhkan: KRI harus didasarkan pada jenis data yang relevan dan dapat diukur secara kuantitatif. Data yang dibutuhkan dapat bervariasi tergantung pada jenis risiko yang dihadapi organisasi dan tujuan KRI yang ingin dicapai.
  4. Sumber data: KRI harus didasarkan pada sumber data yang dapat dipercaya dan akurat. Sumber data dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk data internal dan eksternal.
  5. Metode pengukuran: KRI harus memiliki metode pengukuran yang jelas dan dapat diukur secara berkala. Metode pengukuran yang digunakan harus mencerminkan tujuan KRI dan jenis data yang dibutuhkan.
  6. Threshold: KRI harus memiliki threshold yang jelas yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi risiko yang signifikan. Threshold yang digunakan harus memperhitungkan tujuan organisasi, strategi risiko, dan toleransi risiko.
  7. Frekuensi pemantauan: KRI harus dipantau secara berkala untuk memastikan bahwa data yang digunakan masih relevan dan akurat. Frekuensi pemantauan dapat bervariasi tergantung pada jenis risiko yang dihadapi organisasi dan tujuan KRI yang ingin dicapai.
  8. Pelaporan dan tindakan: KRI harus memiliki proses pelaporan dan tindakan yang jelas. Proses pelaporan dan tindakan harus mencerminkan tujuan organisasi, strategi risiko, dan toleransi risiko.

Dalam menentukan KRI, organisasi harus mempertimbangkan kriteria-kriteria tersebut dan menyesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan organisasi.

KRI yang baik dapat membantu organisasi dalam mengidentifikasi risiko yang paling signifikan dan memberikan informasi yang dapat digunakan untuk mengelola risiko tersebut secara efektif.

KRI Berbeda Dengan KPI

Dalam proses manajemen seringkali banyak orang yang menyamakan antara proses KRI dengan KPI (Key Performance Indicator).

Hal ini karena KRI dan KPI sama-sama menggunakan Indikator Kunci (Key Indicator) untuk mengukur kinerja perusahaan.

Meskipun KRI dan KPI memiliki kesamaan dalam penggunaannya sebagai alat pengukuran, namun kedua indikator ini memiliki perbedaan yang signifikan.

Perbedaan antara KRI dan KPI adalah :

  1. Tujuan: KRI digunakan untuk mengukur risiko, sedangkan KPI digunakan untuk mengukur performa perusahaan.
  2. Jenis data: KRI menggunakan data yang berkaitan dengan risiko, sedangkan KPI menggunakan data yang berkaitan dengan kinerja perusahaan.
  3. Fokus: KRI berfokus pada risiko yang mungkin terjadi, sedangkan KPI berfokus pada hasil yang ingin dicapai.
  4. Urgensi: KRI harus diupdate dengan lebih sering karena risiko dapat berubah setiap saat, sedangkan KPI dapat diupdate secara berkala sesuai dengan kebutuhan.

II. Keuntungan Menggunakan Key Risk Indicator (KRI)

Penggunaan Key Risk Indicator (KRI) dalam manajemen risiko dapat memberikan beberapa keuntungan, di antaranya:

1. Meningkatkan pemahaman tentang risiko

KRI dapat membantu organisasi dalam memahami risiko yang dihadapi dengan lebih baik dan lebih terperinci.

Dengan menentukan indikator risiko utama yang relevan, organisasi dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang risiko yang harus dihadapi dan bagaimana risiko tersebut dapat mempengaruhi tujuan organisasi.

2. Mengidentifikasi risiko lebih dini

KRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi risiko lebih dini dan memberikan sinyal dini tentang potensi kerugian atau kejadian yang tidak diinginkan.

Dengan menggunakan KRI, organisasi dapat mengambil tindakan yang diperlukan sebelum risiko menjadi terlalu besar dan mempengaruhi tujuan organisasi.

3. Menentukan toleransi risiko

KRI dapat membantu organisasi dalam menentukan toleransi risiko yang dapat diterima.

Dengan menentukan threshold yang jelas untuk setiap KRI, organisasi dapat menentukan batas risiko yang dapat diterima dan mengambil tindakan yang tepat ketika risiko melampaui threshold tersebut.

4. Mengoptimalkan penggunaan sumber daya

KRI dapat membantu organisasi dalam mengoptimalkan penggunaan sumber daya.

Dengan menentukan KRI yang paling relevan dan signifikan, organisasi dapat memfokuskan sumber daya pada area yang memerlukan perhatian lebih, sementara area yang risikonya lebih rendah dapat diberikan perhatian yang lebih sedikit.

5. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas

KRI dapat membantu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam manajemen risiko.

Dengan menggunakan KRI, organisasi dapat memberikan laporan yang lebih terperinci tentang risiko dan bagaimana risiko tersebut dikelola.

Hal ini dapat meningkatkan kepercayaan dari para pemangku kepentingan, termasuk pemegang saham, karyawan, dan masyarakat umum.

6. Memperkuat sistem pengendalian internal

KRI dapat membantu organisasi dalam memperkuat sistem pengendalian internal.

Dengan menentukan KRI yang sesuai dan memantau secara berkala, organisasi dapat meningkatkan efektivitas pengendalian internal dan mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan.

Dengan memanfaatkan KRI dalam manajemen risiko, organisasi dapat memperoleh manfaat yang signifikan dan memastikan bahwa risiko dapat dikelola secara efektif dan efisien.

III. Metode Yang Digunakan Untuk Proses KRI

Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menentukan dan mengembangkan Key Risk Indicator (KRI).

Beberapa metode yang umum digunakan untuk Key Risk Indicator adalah sebagai berikut:

1. Metode Analisis Data Historis (Trend Analysis)

Metode ini melibatkan analisis data historis untuk mengidentifikasi pola atau tren dalam risiko yang telah terjadi sebelumnya.

Dengan memeriksa data historis, organisasi dapat menemukan pola risiko yang muncul secara berkala dan memilih KRI yang sesuai untuk memantau risiko tersebut.

Contohnya, jika organisasi mengalami kecelakaan di tempat kerja pada bulan-bulan tertentu pada tahun-tahun sebelumnya, maka analisis tren dapat membantu organisasi untuk menentukan KRI yang dapat memantau dan mengidentifikasi kemungkinan terjadinya kecelakaan di masa depan pada bulan-bulan yang sama.

Trend analysis juga dapat membantu organisasi untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya risiko di masa depan berdasarkan pola atau tren yang ditemukan pada data historis.

Hal ini dapat membantu organisasi dalam menentukan KRI yang dapat memantau risiko secara proaktif dan mengambil tindakan pencegahan sebelum risiko tersebut terjadi.

2. Metode Analisis Pengaruh (Influence Analysis)

Metode analisis pengaruh (influence analysis) adalah suatu metode dalam manajemen risiko yang digunakan untuk menilai dampak suatu risiko terhadap kinerja organisasi atau proyek.

Metode ini dilakukan dengan cara menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi risiko tersebut dan mengidentifikasi bagaimana dampak risiko tersebut dapat mempengaruhi tujuan bisnis dan strategi organisasi.

Dalam metode analisis pengaruh, organisasi mengidentifikasi dan memetakan hubungan antara risiko dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti keuangan, pelanggan, proses bisnis, sumber daya manusia, teknologi, dan lingkungan.

Organisasi kemudian mengukur dampak risiko pada setiap faktor tersebut dan menganalisis bagaimana dampak risiko tersebut dapat mempengaruhi kinerja organisasi atau proyek.

Metode analisis pengaruh dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik, seperti analisis regresi, analisis faktor, atau analisis multivariat.

Teknik-teknik tersebut dapat membantu organisasi untuk memahami hubungan antara risiko dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya secara lebih rinci dan akurat.

Keuntungan dari penggunaan metode analisis pengaruh adalah organisasi dapat memahami secara lebih rinci dan mendalam dampak risiko terhadap kinerja organisasi atau proyek.

Dengan demikian, organisasi dapat lebih memfokuskan upaya pengelolaan risiko pada risiko yang memiliki dampak paling signifikan pada tujuan bisnis dan strategi organisasi.

Namun, metode analisis pengaruh juga memiliki kelemahan, diantaranya adalah metode ini memerlukan waktu dan sumber daya yang cukup untuk melakukan analisis yang komprehensif dan mendalam.

Selain itu, metode ini juga dapat sulit diterapkan pada risiko yang bersifat kompleks dan multifaktorial.

Oleh karena itu, organisasi harus mempertimbangkan kelebihan dan kelemahan dari metode ini sebelum menerapkannya dalam manajemen risiko.

3. Metode Analisis Nilai Tertimbang (Weighted Value Analysis)

Analisis nilai tertimbang (weighted value analysis) adalah salah satu metode untuk mengukur kinerja KRI dalam manajemen risiko.

Metode ini digunakan untuk memberikan bobot atau nilai tertentu pada setiap KRI berdasarkan tingkat pentingannya bagi organisasi atau proyek.

Dalam analisis nilai tertimbang, organisasi menentukan faktor-faktor yang paling penting dan berkontribusi pada tujuan bisnis dan strategi organisasi.

Faktor-faktor ini kemudian diberikan bobot atau nilai tertentu, misalnya dengan menggunakan skala 1-10 atau persentase.

Setelah itu, KRI dievaluasi berdasarkan faktor-faktor tersebut dan diberikan nilai berdasarkan tingkat kontribusinya pada faktor-faktor tersebut.

Contoh sederhana dari analisis nilai tertimbang adalah sebagai berikut:

organisasi memiliki tujuan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.

Faktor-faktor yang berkontribusi pada tujuan ini adalah kualitas produk, waktu pengiriman, dan layanan pelanggan.

Kualitas produk diberikan bobot 40%, waktu pengiriman diberikan bobot 30%, dan layanan pelanggan diberikan bobot 30%.

Kemudian, setiap KRI yang terkait dengan faktor-faktor tersebut dievaluasi dan diberikan nilai berdasarkan tingkat kontribusinya pada faktor-faktor tersebut.

Keuntungan dari penggunaan analisis nilai tertimbang adalah organisasi dapat lebih fokus pada KRI yang memiliki tingkat penting dan kontribusi paling besar bagi tujuan bisnis dan strategi organisasi. Dengan demikian, organisasi dapat mengalokasikan sumber daya dan upaya pengelolaan risiko dengan lebih efektif dan efisien.

Namun, analisis nilai tertimbang juga memiliki kelemahan, yaitu sulitnya menentukan bobot atau nilai tertentu yang akurat bagi setiap faktor dan KRI.

Selain itu, metode ini juga tidak selalu bisa diterapkan pada setiap situasi atau organisasi, tergantung pada jenis dan kompleksitas risiko yang dihadapi.

Oleh karena itu, organisasi harus mempertimbangkan dengan cermat kelebihan dan kelemahan dari metode ini sebelum menerapkannya dalam manajemen risiko.

4. Metode Analisis Rantai Nilai (Value Chain Analysis)

Analisis rantai nilai (value chain analysis) adalah suatu metode untuk menganalisis proses bisnis organisasi dari hulu ke hilir.

Metode ini dapat digunakan dalam hubungannya dengan KRI untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko pada setiap tahapan dalam rantai nilai, serta mengembangkan KRI yang sesuai untuk memantau risiko tersebut.

Dalam analisis rantai nilai, organisasi membagi proses bisnisnya menjadi beberapa tahapan, misalnya pengadaan bahan baku, produksi, pemasaran, dan distribusi.

Kemudian, organisasi menentukan KRI yang sesuai untuk setiap tahapan tersebut. KRI harus terkait dengan risiko yang terkait dengan tahapan tersebut dan dapat memberikan informasi yang relevan dan cukup untuk memantau dan mengukur risiko.

Sebagai contoh, pada tahap produksi, beberapa KRI yang relevan dapat meliputi jumlah produk cacat, waktu pemrosesan produk, dan biaya produksi per unit.

KRI ini dapat membantu organisasi memantau risiko terkait kualitas produk, efisiensi produksi, dan biaya produksi.

Dalam hal ini, analisis rantai nilai membantu organisasi untuk memahami proses bisnisnya secara menyeluruh dan mengidentifikasi risiko pada setiap tahapan, sehingga dapat mengembangkan KRI yang sesuai untuk memantau dan mengukur risiko.

Keuntungan dari penggunaan analisis rantai nilai dalam hubungannya dengan KRI adalah membantu organisasi memahami proses bisnisnya secara holistik dan mengidentifikasi risiko pada setiap tahapan.

Dengan demikian, organisasi dapat mengembangkan KRI yang sesuai untuk setiap tahapan dan memantau risiko secara efektif. Selain itu, analisis rantai nilai juga membantu organisasi untuk memperbaiki efisiensi dan efektivitas proses bisnisnya secara keseluruhan.

Namun, analisis rantai nilai juga memiliki kelemahan, yaitu memerlukan waktu dan usaha yang cukup untuk dilakukan.

Selain itu, sama seperti metode sebelumnya ini juga tergantung pada jenis dan kompleksitas bisnis organisasi, sehingga mungkin tidak selalu sesuai untuk semua organisasi atau situasi.

Oleh karena itu, organisasi harus mempertimbangkan dengan cermat kelebihan dan kelemahan dari metode ini sebelum menerapkannya dalam manajemen risiko.

5. Metode Analisis Likelihood dan Dampak

Metode ini melibatkan penilaian risiko berdasarkan likelihood (kemungkinan terjadinya risiko) dan dampak (besar pengaruh risiko pada tujuan bisnis).

Dalam metode ini, organisasi dapat menentukan KRI dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya risiko dan dampaknya pada tujuan bisnis.

PROSES MANAJEMEN RISIKO
Heatmap yang menganalisa Likelihood dan Impact

6. Metode Analisis Stakeholder

Metode ini melibatkan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholder) dalam menentukan KRI.

Stakeholder dapat memberikan perspektif yang berbeda tentang risiko dan membantu organisasi dalam menentukan KRI yang relevan dan signifikan.

Dalam memilih metode yang paling sesuai untuk menentukan KRI, organisasi harus mempertimbangkan faktor seperti kompleksitas bisnis, karakteristik risiko, dan sumber daya yang tersedia.

Selain itu, organisasi juga harus mempertimbangkan keterlibatan dan persetujuan dari semua pemangku kepentingan terkait dalam proses pemilihan dan pengembangan KRI.

7. Metode Scorecard

Metode scorecard adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk mengukur kinerja organisasi dalam mencapai tujuan bisnis dan strategi organisasi dengan cara yang terstruktur dan terukur.

Dalam metode ini, organisasi mengidentifikasi KRI yang paling relevan dengan tujuan bisnis dan strategi organisasi, kemudian KRI tersebut dikelompokkan ke dalam beberapa kategori, seperti keuangan, pelanggan, proses internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan.

Contohnya, jika organisasi memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas produk atau layanan, maka KRI yang relevan dalam kategori pelanggan bisa mencakup tingkat kepuasan pelanggan, jumlah keluhan pelanggan, atau jumlah pelanggan yang kembali membeli produk atau layanan tersebut.

Setelah KRI telah diidentifikasi, organisasi dapat mengembangkan scorecard yang mencantumkan KRI tersebut dalam bentuk tabel atau grafik.

Scorecard biasanya menyajikan KRI dalam bentuk persentase atau nilai numerik dan dapat diperbarui secara teratur.

Dalam konteks manajemen risiko, metode scorecard dapat membantu organisasi dalam mengidentifikasi risiko secara proaktif dan memantau kinerja dalam mencapai tujuan bisnis.

Misalnya, organisasi dapat mengembangkan scorecard yang terkait dengan risiko tertentu seperti risiko keamanan informasi dan mengidentifikasi KRI yang relevan seperti tingkat kepatuhan kebijakan keamanan, jumlah pelanggaran keamanan informasi, dan jumlah serangan siber yang berhasil dicegah.

Dengan menggunakan metode scorecard, organisasi dapat memantau dan mengukur KRI secara teratur untuk mengidentifikasi risiko dan memastikan bahwa tujuan bisnis dan strategi organisasi tercapai dengan efektif.

Jika terdapat ketidaksesuaian antara KRI dengan tujuan bisnis, maka organisasi dapat mengambil tindakan korektif yang diperlukan untuk mengurangi risiko dan meningkatkan kinerja bisnis.

Dengan demikian, metode scorecard dapat membantu organisasi dalam mengelola risiko secara efektif dan efisien, serta meningkatkan kinerja bisnis secara keseluruhan.

IV. Proses Key Risk Indicator

Proses penerapan Key Risk Indicator terbagi dalam beberapa langkah atau tahap.

Pada bagian ini kita akan membahas mengenai tahap-tahap dalam menerapkan KRI dan komponen apa saja yang harus ada dalam proses KRI.

A. Tahapan Dalam Proses Key Risk Indicator

Tahapan atau langkah dalam menerapkan Key Risk Indicator dalam manajemen risiko bisa terbagi dalam beberapa tahapan sebagai berikut.

1. Identifikasi risiko yang relevan

Tahap awal dalam menerapkan KRI adalah dengan mengidentifikasi risiko yang relevan dengan tujuan strategis dan operasional perusahaan.

Risiko ini harus dikelompokkan berdasarkan sifatnya, seperti risiko operasional, risiko keuangan, dan risiko reputasi.

2. Pemilihan KRI

Setelah risiko telah diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah memilih KRI yang paling sesuai untuk mengukur dan memonitor risiko tersebut.

Pemilihan KRI harus didasarkan pada sifat dan karakteristik risiko yang dihadapi oleh perusahaan.

3. Pengukuran KRI

Setelah KRI dipilih, langkah selanjutnya adalah melakukan pengukuran KRI secara berkala.

Pengukuran ini harus dilakukan dengan menggunakan metode yang tepat, sehingga dapat memberikan informasi yang akurat tentang kondisi risiko yang dihadapi oleh perusahaan.

4. Evaluasi KRI

Setelah pengukuran KRI dilakukan, hasilnya harus dievaluasi dan dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan.

Jika KRI tidak mencapai target yang telah ditetapkan, maka perusahaan harus mengambil tindakan yang tepat untuk mengurangi risiko yang dihadapi

5. Melapor dan Memantau

Langkah terakhir dalam proses KRI adalah melapor dan memantau hasil pengukuran KRI.

Laporan KRI harus disajikan secara jelas dan mudah dimengerti agar dapat membantu pengambilan keputusan.

Hasil KRI juga harus dipantau secara berkala untuk memastikan bahwa risiko tetap dalam batas yang dapat diterima oleh organisasi.

B. Komponen Yang Harus Ada Dalam Proses KRI

Dalam melakukan proses KRI ada beberapa komponen penting yang sebaiknya ada.

Komponen-komponen tersebut antara lain :

1. Tujuan

Setiap KRI harus memiliki tujuan yang jelas dan spesifik.

Tujuan tersebut harus terkait langsung dengan risiko yang dihadapi oleh perusahaan.

2. Ukuran

Setiap KRI harus memiliki ukuran yang jelas dan spesifik.

Ukuran tersebut harus dapat diukur secara objektif dan dapat dipantau secara berkala.

3. Tren

Setiap KRI harus memiliki tren yang dapat dipantau.

Hal ini memungkinkan perusahaan untuk mengidentifikasi perubahan risiko secara cepat dan meresponsnya dengan tepat.

4. Threshold

Setiap KRI harus memiliki threshold atau ambang batas tertentu yang menunjukkan level risiko yang dapat diterima oleh perusahaan.

Jika KRI melebihi threshold, maka perusahaan harus mengambil tindakan untuk mengurangi risiko tersebut.

V. Beberapa Contoh KRI Dalam Berbagai Sektor

Setelah kita membahas mengenai KRI, maka seharusnya kita sudah memiliki gambaran mengenai apa itu Key Risk Indicator, dan bagaimana proses penerapannya dalam Manajemen Risiko.

Untuk lebih melengkapi pemahaman kita, berikut akan coba kita lihat beberapa Indikator-Indikator kunci mengenai risiko yang biasanya digunakan dalam berbagai bidang.

1. Key Risk Indicator di Sektor Keuangan

Sektor keuangan memiliki banyak risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan keuangan perusahaan.

Beberapa KRI yang digunakan dalam sektor keuangan adalah rasio keuangan, seperti rasio utang terhadap ekuitas, rasio lancar terhadap kas, dan rasio marjin keuntungan.

KRI ini digunakan untuk memantau kesehatan keuangan perusahaan.

Selain itu, sektor keuangan juga memantau risiko pasar, seperti perubahan suku bunga dan fluktuasi nilai tukar.

KRI ini bisa digunakan untuk membantu memantau risiko pasar dan perubahan nilai aset.

2. Key Risk Indicator di Sektor Perbankan

Sektor perbankan juga memiliki risiko yang perlu dipantau, seperti risiko kredit dan risiko operasional.

Beberapa KRI yang digunakan dalam sektor perbankan untuk memantau risiko kredit adalah persentase kredit bermasalah dan tingkat keterlambatan pembayaran.

KRI ini digunakan untuk memantau kualitas kredit.

Selain itu, sektor perbankan juga memantau risiko operasional, seperti jumlah insiden operasional dan jumlah pelanggaran kebijakan.

KRI ini bisa digunakan membantu memantau risiko operasional.

3. Key Risk Indicator di Sektor Manufaktur

Sektor manufaktur biasanya memiliki risiko yang terkait dengan produksi dan persediaan.

Beberapa KRI yang digunakan dalam sektor manufaktur untuk memantau risiko persediaan adalah tingkat persediaan dan kecepatan putaran persediaan.

KRI ini digunakan untuk memantau ketersediaan persediaan.

Selain itu, sektor manufaktur juga memantau risiko produksi, seperti jumlah cacat dan tingkat efisiensi produksi.

KRI ini membantu memantau efektivitas proses produksi.

4. Key Risk Indicator di Sektor Jasa

Sektor jasa memiliki risiko yang terkait dengan kepuasan pelanggan dan citra perusahaan.

Beberapa KRI yang digunakan dalam sektor jasa untuk memantau risiko pelanggan adalah persentase pelanggan yang puas dan persentase pelanggan yang kembali.

KRI ini bisa digunakan untuk memantau kepuasan pelanggan.

Selain itu, sektor jasa juga memantau risiko reputasi, seperti jumlah keluhan publik dan penilaian media.

KRI ini digunakan untuk membantu memantau citra dan reputasi perusahaan.

Dalam setiap sektor, organisasi dapat menggunakan KRI yang berbeda-beda tergantung pada jenis risiko yang dihadapi dan strategi bisnis perusahaan.

Penting bagi organisasi untuk memilih KRI yang sesuai dan relevan untuk memantau risiko secara efektif.

software manajemen risiko terbaik

VI. Early Warning System (EWS) Dalam KRI

Early Warning System (EWS) adalah suatu sistem yang digunakan untuk mendeteksi potensi risiko atau masalah yang akan datang pada suatu periode tertentu.

Dalam konteks KRI, EWS digunakan untuk memberikan peringatan dini kepada manajemen mengenai potensi risiko yang mungkin terjadi, sehingga manajemen dapat mengambil tindakan preventif atau mitigasi sebelum risiko tersebut terjadi.

EWS dalam KRI biasanya didasarkan pada parameter atau indikator tertentu yang diatur oleh organisasi.

Parameter ini dapat bervariasi tergantung pada jenis organisasi dan jenis risiko yang dihadapi.

Contohnya, dalam sektor keuangan, EWS dapat didasarkan pada indikator seperti tingkat kredit bermasalah, rasio modal, dan likuiditas.

Proses EWS dalam KRI biasanya melibatkan beberapa tahapan, seperti:

  1. Identifikasi parameter kritis dan pengukuran nilai awal: Langkah pertama dalam mengembangkan EWS adalah mengidentifikasi parameter yang kritis untuk masing-masing jenis risiko dan mengukur nilai awal dari parameter tersebut.
  2. Menentukan ambang batas atau batasan: Setelah parameter kritis diidentifikasi dan nilai awal diukur, tahap selanjutnya adalah menentukan ambang batas atau threshold. Ambang batas ini merupakan level nilai dari parameter kritis yang menandakan adanya potensi risiko dan memerlukan tindakan segera.
  3. Menetapkan frekuensi pemantauan: Setelah ambang batas ditetapkan, organisasi harus menetapkan frekuensi pemantauan untuk parameter kritis. Frekuensi pemantauan ini harus memperhitungkan kecepatan perubahan nilai parameter dan risiko yang terkait dengan parameter tersebut.
  4. Memperbaiki metode pengukuran: Selanjutnya, organisasi harus memperbaiki metode pengukuran parameter kritis agar dapat menangkap perubahan nilai secara akurat dan tepat waktu.
  5. Mengembangkan mekanisme pelaporan: Setelah semua tahapan di atas selesai, organisasi harus mengembangkan mekanisme pelaporan yang efektif dan efisien. Pelaporan harus dapat memberikan informasi yang jelas dan tepat waktu kepada manajemen, sehingga manajemen dapat mengambil tindakan yang sesuai.

Dengan adanya EWS dalam KRI, organisasi dapat memperoleh informasi yang tepat waktu mengenai potensi risiko dan mengambil tindakan pencegahan yang tepat sebelum risiko tersebut terjadi.

Hal ini dapat membantu organisasi mengurangi dampak risiko pada operasinya dan menjaga keberlangsungan bisnisnya.

Salah satu Aplikasi Manajemen Risiko yang sudah menyertakan fitur EWS dalam modul KRI nya adalah aplikasi ERMS Riskindo.

VII. Kesimpulan

Dalam manajemen risiko, Key Risk Indicator (KRI) adalah indikator kritis yang digunakan untuk mengukur dan memantau risiko yang muncul dalam suatu organisasi.

KRI membantu organisasi untuk mengidentifikasi risiko secara lebih efektif dan meningkatkan kemampuan manajemen dalam mengambil tindakan yang tepat.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan KRI, seperti metode scorecard, analisis nilai tertimbang, dan analisis rantai nilai.

Selain itu, EWS juga sangat penting dalam pengembangan KRI, karena dapat memberikan peringatan dini kepada manajemen mengenai potensi risiko yang mungkin terjadi.

Penerapan KRI dapat dilakukan di berbagai sektor, seperti sektor keuangan, industri, dan pemerintah.

Contohnya, di sektor keuangan, KRI dapat digunakan untuk memantau risiko kredit dan likuiditas, sedangkan di sektor industri, KRI dapat digunakan untuk memantau risiko kesehatan dan keselamatan kerja.

Dalam proses pengembangan KRI, organisasi harus mengidentifikasi parameter kritis, menetapkan ambang batas, menentukan frekuensi pemantauan, memperbaiki metode pengukuran, dan mengembangkan mekanisme pelaporan yang efektif dan efisien.

Dalam kesimpulannya, KRI adalah alat yang penting dalam manajemen risiko yang dapat membantu organisasi untuk mengidentifikasi risiko dengan lebih efektif dan meningkatkan kemampuan manajemen dalam mengambil tindakan yang tepat.

KRI dapat diaplikasikan di berbagai sektor dengan memperhatikan karakteristik risiko yang muncul dan pengembangannya harus melalui tahapan yang terstruktur dan terukur untuk mendapatkan hasil yang efektif.

aplikasi manajemen risiko

Citation :

  1. TechTarget. (n.d.). Key Risk Indicator (KRI). Retrieved from https://www.techtarget.com/searchcio/definition/key-risk-indicator-KRI.
  2. Pirani, A. (2021). Everything you need to know about Key Risk Indicators. Pirani Risk Management. Retrieved from https://www.piranirisk.com/academy/pirani-explains/everything-you-need-to-know-about-key-risk-indicators.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

 - 
Arabic
 - 
ar
Bengali
 - 
bn
German
 - 
de
English
 - 
en
French
 - 
fr
Hindi
 - 
hi
Indonesian
 - 
id
Portuguese
 - 
pt
Russian
 - 
ru
Spanish
 - 
es

Ingin konsultasi & demo? Hubungi riskindo57@gmail.com atau contact 0858-8338-2887